“ Sebelum Ramadhan pergi
Sebelum Idul fitri datang
Sebelum operator sibuk
Sebelum sms pending mulu’
Sebelum pulsa habis
Dari hati Q maw ngucapin met Idul Fitri 1429H
Minal Aidzin wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Batin”
Tulisan di atas adalah salah satu contoh sms ( Short Message Sevice ) yang sering kita kirim kepada rekan – rekan kita ketika moment Lebaran kemarin berlangsung. Sebenarnya masih ada banyak lagi macam – macam sms Lebaran yang beredar di kalangan masyarakat. Berbagai jenis sms ucapan Idul Fitri mewarnai para pemilik mobile phone, bahkan di internetpun disediakan beberapa alternatif sms ucapan Idul Fitri.
Maraknya sms Lebaran merupakan suatu fenomena budaya komunikasi yang pada dasarnya oleh kebanyakan orang tidak disadari. Sebelum marak sms Lebaran, terutama sebelum perkembangan teknologi komunikasi seperti sekarang ini, masyarakat biasa menggunakan kartu ucapan Lebaran sebagai alternatifnya, namun sekarang fungsi kartu ucapan Lebaran tersebut telah tergantikan oleh sms dengan munculnya mobile phone atau yang biasa kita sebut HP ( Hand Phone ).
Kemunculan HP sebagai salah satu alat komunikasi yang paling digemari dan paling umum di masyarakat karena memang bentuknya yang bisa di bawa kemana saja serta memiliki multifungsi pada bidang informasi dan komunikasi tidak lepas dari adanya cyberculture. Cyberculture atau cyberspace adalah kajian tentang masyarakat yang memakai teknologi baru untuk melakukan sesuatu yang sebenarnya secara genetis sudah mereka programkan, yaitu berkomunikasi (ANTARIKSA www.google.com).
Suatu teknologi apalagi teknologi tersebut merupakan teknologi komunikasi memang dapat memudahkan kita. Manusia sebagai makhluk sosial begitu tergantung pada komunikasi yang dilakukannya. Itulah mengapa munculnya mobile phone akibat perkembangan teknologi komunikasi yang semakin pesat langsung dapat diterima dan menjamur di kalangan masyarakat. Bahkan, masyarakatpun sekarang memiliki mobile phone layaknya pelajar memiliki pulpen, dapat dikatakan menjadi suatu kewajiban untuk setiap orang supaya memiliki mobile phone. Pada salah satu iklan HP di Indonesia sampai – sampai menggunakan kalimat “ Hari gini nggak punya hand phone?! “.
Fenomena kepemilikan mobile phone yang sepeti kacang goreng berhubungan dengan budaya materi yang ada pada masyarakat. Sebenarnya apa makna benda – benda bagi manusia? Baik dari sudut pandang masyarakat tardisioanal maupun masyarakat modern, pertanyaan ini dapat dijawab dengan dua hal, yang merupakan pokok kajian budaya materi (budaya pemanfaatan benda - benda oleh manusia, bagaimana manusia berhubungan dengan benda). Pertama, benda – banda bisa diletakkan dalam perspektif fungsional. Misalnya pulpen digunakan untuk menulis, kompor untuk memasak, sandal untuk melindungi kaki, dsb. Yang kedua, benda – benda juga bisa diletakkan dalam perspektif totem, yaitu pengasosiasian secara simbolik dengan sesuatu yang lain. Disini benda – benda membawa makna sosial tertentu. Misalnya perhiasan dalam perspektif fungsional tidak begitu penting namun dalam perspektif totem perhiasan dimaknai sebagia lambang kecantikan, kekayaan atau ikatan kesetiaan, dsb. Contoh – contoh ini menunjukkan bahwa benda – benda, seperti diteorisikan Mary Douglas (antropolog) dan Baron Isherwood (ekonom) (1979), mampu mengkongkretkan makna – makna sosial yang abstrak seperti kesetiaan, kepatuhan, dsb.
Menurut Douglas dan Isherwood, konsumsi benda – benda yang terjadi dalam semua masyarakat adalah juga di luar perdagangan, ia selalu merupakan sebuah fenomena kebudayaan, selalu berkaitan dengan nilai – nilai, makna – makna, dan komunikasi. Benda –benda bukan hanya dipakai untuk melakukan sesuatu, melainkan juga punya makna dan bertindak sebagai tanda makna dalam hubungan sosial, selalu memamerkan seperangkat nilai tertentu. Hal ini juga berarti bahwa dalam sirkulasi benda – benda terjadi sebuah pertukaran simbolik.
Budaya materi juga berkaitan dengan globalisasi. Dampak globalisasi menuntut masyarakat untuk mempertunjukkan identitas dan kepribadian diri. Dalam masyarakat modern, semua manusia adalah performer. Setiap orang diminta untuk dapat memainkan dan mengontrol peranan mereka sendiri. Pertunjukan identitas diri ini adalah sebuah demonstrasi ideologi. Sekaligus menunjukkan kepada kita bahwa globalisasi berperan besar dalam penyebaran gaya ke seluruh dunia, termasuk memiliki mobile phone. Globalisasi beserta seperangkat penyebarannya seperti media massa juga menyebabkan peniruan gaya yang sama, tetapi denagn kesadaran yang sama sekali berbeda dengan konteks sejarah awalnya.
Semua hal yang telah dipaparkan di atas menciptakan suatu budaya baru yaitu budaya sms yang telah menggantikan fungsi dari kartu ucapan ataupun surat via pos. Hal ini merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dikaji dalam cultural studies.
Daftar Pustaka
ANTARIKSA. Budaya Materi. www.google.com
Nuaraini Juliastuti. Fesyen dan Identitas. www.google.com